Transformasi Kepemimpinan Bisnis dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi Global

Transformasi Kepemimpinan Bisnis dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi Global
Andirwan

Oleh: Andirwan (Mahasiswa S2 Manajemen di Institut Ilmu Sosial dan Bisnis)

ONEANEWS.com – Dalam dekade terakhir, dunia bisnis dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks, mulai dari krisis ekonomi global, perubahan iklim, perkembangan teknologi digital, hingga ketidakpastian geopolitik. Kondisi ini menuntut transformasi besar dalam kepemimpinan bisnis.

Pemimpin tidak lagi cukup hanya berfokus pada profit jangka pendek, melainkan harus mampu mengantisipasi perubahan, membangun daya tahan organisasi, serta menghadirkan inovasi yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Kepemimpinan transformasional menjadi kata kunci: bagaimana seorang pemimpin tidak hanya mengarahkan perusahaan menuju keuntungan, tetapi juga membangun visi besar yang mampu menjawab dinamika global secara berkelanjutan.

Menurut survei Global Leadership Forecast 2023 oleh DDI, 72% perusahaan menilai kepemimpinan adaptif adalah faktor penentu bertahan di tengah ketidakpastian global.
Transformasi kepemimpinan bisnis juga tercermin pada cara pemimpin merespons disrupsi teknologi.

Revolusi Industri 4.0 yang berlanjut menuju era 5.0 menuntut pemimpin untuk tidak sekadar menguasai strategi bisnis konvensional, tetapi juga memahami ekosistem digital, big data, kecerdasan buatan, serta tren otomasi. Di Indonesia, misalnya, Gojek dan Tokopedia (GoTo Group) berhasil bertahan di tengah kompetisi regional dengan mengandalkan kepemimpinan yang visioner dalam memanfaatkan teknologi digital.

Data Bank Indonesia tahun 2023 mencatat bahwa transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp 476 triliun, dan angka ini hanya dapat diraih karena adanya pemimpin bisnis yang mampu mengubah strategi perusahaan menjadi lebih berbasis teknologi.

Kepemimpinan berbasis pengetahuan, kolaborasi, dan inovasi menjadi motor penggerak di tengah gelombang digitalisasi.
Namun, transformasi kepemimpinan tidak hanya berbicara tentang digitalisasi dan teknologi. Tantangan global seperti krisis energi, ketimpangan ekonomi, dan perubahan iklim menuntut lahirnya pemimpin yang memiliki kepekaan sosial dan kepedulian terhadap keberlanjutan.

Konsep triple bottom line — profit, people, dan planet — harus menjadi pijakan. Contohnya di Indonesia, PT Pertamina (Persero) mulai mengarahkan investasinya pada energi baru terbarukan (EBT) dengan target 17% bauran energi bersih pada tahun 2030.

Hal ini menunjukkan kepemimpinan yang tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga menjawab tantangan global terkait transisi energi. Langkah seperti ini penting agar perusahaan tidak sekadar bertahan, tetapi juga memperoleh legitimasi moral dari masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Transformasi ini juga menuntut perubahan gaya kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya manusia. Pemimpin bisnis global kini tidak lagi efektif dengan gaya otoriter yang menekankan hierarki kaku, tetapi lebih dibutuhkan gaya kepemimpinan partisipatif, yang memberdayakan, mendengar aspirasi, dan mendorong kreativitas tim.

Dengan semakin heterogennya tenaga kerja, baik dari sisi generasi maupun latar belakang budaya, pemimpin dituntut memiliki kecerdasan emosional, komunikasi lintas budaya, serta kemampuan membangun jejaring internasional.

Contoh nyata bisa dilihat pada kepemimpinan di perusahaan BUMN seperti Telkom Indonesia yang dalam laporan tahunan 2022 mencatatkan pertumbuhan kinerja berkat strategi kepemimpinan yang kolaboratif dengan anak usaha dan mitra global, terutama dalam transformasi digital.

Pada akhirnya, transformasi kepemimpinan bisnis dalam menghadapi tantangan ekonomi global adalah perjalanan panjang yang membutuhkan visi, keberanian, dan integritas. Pemimpin masa depan tidak hanya diukur dari seberapa besar laba yang dihasilkan, tetapi dari seberapa kuat ia mampu membawa organisasi menghadapi ketidakpastian dengan strategi yang visioner, inovatif, dan berkelanjutan. Dunia bisnis membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menyeimbangkan rasionalitas ekonomi dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Dengan demikian, kepemimpinan bisnis bukan lagi sekadar soal manajemen perusahaan, tetapi juga tentang menciptakan peradaban ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan — sebagaimana ditunjukkan oleh banyak perusahaan Indonesia yang mulai bergerak ke arah green economy dan digitalisasi yang berpihak pada masyarakat. (*)

Bagikan artikel ini ke :