DPRD Pertanyakan Keputusan Pj Wali Kota Parepare Berhentikan Dewas PAM

DPRD Pertanyakan Keputusan Pj Wali Kota Parepare Berhentikan Dewas PAM
kantor pam parepare. (foto: istimewa/net)

ONEANEWS.com – Polemik muncul di Kota Parepare setelah Pj Wali Kota Parepare, Abdul Hayat, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian Iwan Asaad sebagai Dewan Pengawas (Dewas) Perusahaan Air Minum (PAM) Tirta Karajae pada 25 November 2024. Keputusan tersebut menjadi sorotan karena dinilai kurang memiliki dasar hukum yang kuat.

Dalam SK tersebut, satu-satunya pertimbangan yang dicantumkan adalah pendapat Konsultan Bidang Pemerintahan Kota Parepare, Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.Hum. Tidak ada landasan lain, seperti evaluasi kinerja atau bukti pelanggaran yang dilakukan oleh Iwan Asaad selama menjabat sebagai Dewas. Padahal, Iwan baru tiga bulan menjabat setelah dilantik oleh Pj Wali Kota sebelumnya, Akbar Ali, pada 28 Agustus 2024.

Kondisi ini memunculkan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kota Parepare. Wakil Ketua DPRD Parepare, Suyuti, menyebut keputusan tersebut tidak jelas dan menimbulkan tanda tanya besar.

“Keputusan ini sangat rancu. Mengapa Pj Wali Kota lebih mengutamakan pendapat konsultan dibandingkan temuan BPKP Perwakilan Sulsel, yang jelas-jelas menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam rangkap jabatan Dewas dan Inspektur Daerah?” tegas Suyuti, Jumat (29/11/2024).

Suyuti juga menyoroti keputusan lain yang dianggap tergesa-gesa. Hanya sehari setelah pemberhentian Iwan Asaad, Abdul Hayat menerbitkan SK Nomor 807 Tahun 2024 yang memperpanjang jabatan Direktur PAM Tirta Karajae, Andi Firdaus Djollong.

“Sebagai pemimpin, Pj Wali Kota harus lebih cermat dan tidak membuat keputusan yang melanggar aturan. Jangan sampai ada dugaan kepentingan tertentu di balik ini semua. Kami mendesak agar kebijakan ini ditelusuri lebih jauh,” tambah politisi Partai NasDem tersebut.

Keputusan ini memunculkan kekhawatiran bahwa kebijakan di bawah kepemimpinan Pj Wali Kota Parepare lebih didorong oleh kepentingan tertentu ketimbang asas keadilan dan akuntabilitas. Apakah langkah ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat atau hanya demi melanggengkan agenda tertentu, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab. (rls)

Bagikan artikel ini ke :
error: