Kejati Sulsel Ungkap Mafia Tanah Kasus Ganti Rugi Lahan Pembangunan Bendungan Paselloreng
ONEANEWS.com – Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menyita aset para tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah.
Kasus tersebut bagian dari kegiatan pembayaran ganti rugi lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo Tahun 2021.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi dalam keterangannya, Selasa (6/2/2024), mengatakan bahwa penyitaan asset para tersangka tersebut sebagai upaya antisipatif Penyidik Pidsus Kejati Sulsel untuk pengembalian kerugian negara atau sebagai pidana tambahan berupa merampas hasil kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 18 huruf (a) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kasus dugaan mafia tanah pada pembebasan lahan bendungan Paselloreng Kabupaten Wajo tahun 2021, Penyidik Pidsus Kejati Sulsel berhasil melakukan penyitaan terhadap barang tidak bergerak berupa 3 tanah dan bangunan, antara lain 1 unit rumah dan tanah yang terletak di Perumahan Bumi Aroepala Grand Phinisi Blok U nomor 30 type 40 Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa milik Istri tersangka AA, 1 unit rumah dan tanah di Perumahan Bumi Aroepala Grand Phinisi Blok U nomor 14 type 40 Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa milik adik Ipar tersangka AA dan 1 unit rumah dan tanah di Perumahan Villa Mutiara VIII/22 Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar milik Istri tersangka AA.
“Beberapa waktu lalu, pada tanggal 1 Desember 2023 Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah melakukan Penyitaan barang bergerak milik para tersangka,” kata Soetarmi.
Adapun yang disitu yaitu 9 unit Mobil dan 1 unit Motor, antara lain 1 unit mobil Hilux, 2 unit mobil truck dyna, 1 unit mobil Avanza, 1 unit mobil rush, 1 unit mobil Raize, 1 unit mobil innova, 1 unit mobil pick up grandma, 1 unit mobil HR V, 1 unit motor Honda CRF dan 1 unit motor honda beat.
Dalam penyidikan kasus ini, Penyidik Pidsus Kejati Sulsel sudah menetapkan 6 orang tersangka yaitu :
AA (selaku Ketua Satgas B pada kantor Pertanahan Kab. Wajo), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 228/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
ND (selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 232/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
NR (selaku Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 229/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
AN (selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 233/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
AJ (selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah atau P2T dan juga selaku Kepala Desa Paselloreng Kec. Gilireng Kab. Wajo), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 231/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
JK (selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah atau P2T dan juga selaku Kepala Desa Arajang Kecamatan Gilireng Kab. Wajo), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 230/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023.
Bahwa perbuatan tersangka AA (selaku ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo) yang telah memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021.
Lalu SPORADIK tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselloreng untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks Kawasan yang termasuk di Desa Arajang, dimana isi SPORADIK tersebut diperoleh dari informasi dari tersangka ND, tersangka NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat.
Namun isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan, maka pembayaran terhadap 246 bidang tanah yang merupakan ex Kawasan hutan tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 75.638.790.623 berdasarkan hasil perhitungan BPKP Propinsi Sulawesi Selatan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Leonard Eben Ezer Simanjuntak kembali menegaskan agar seluruh saksi saksi maupun pihak lainnya untuk tidak merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara ini dan Tim Penyidik Pidsus Kejati Sulsel tidak ragu menindak tegas para pelaku yang merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti sesuai pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)