Pengawasan Penyalahgunaan Kekuasaan adalah Fondasi Sistem Konstitusional yang Baik

Pengawasan Penyalahgunaan Kekuasaan adalah Fondasi Sistem Konstitusional yang Baik
Nurhalisa, Mahasiswi Semester 5 Hukum Tata Negara Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. (Foto: Dok. Pribadi)

Pengawasan yang ketat terhadap penyalahgunaan kekuasaan memang mutlak diperlukan dalam sistem konstitusional yang baik.

Tanpa pengawasan memadai, kekuasaan cenderung disalahgunakan demi kepentingan penguasa itu sendiri, kroni-kroninya, atau segelintir elit tertentu.

Sejarah telah memperlihatkan berulang kali bagaimana kekuasaan yang besar tanpa kontrol cenderung menimbulkan korupsi dan kolusi yang merugikan rakyat banyak.

Misalnya pada era Orde Baru di bawah rezim Soeharto, kekuasaan presidencyil yang sangat besar disalahgunakan untuk memperkaya diri dan kroni-kroni serta menekan oposisi politik.

Minimnya pengawasan memungkinkan KKN berlangsung secara sistematis, yang pada akhirnya menghancurkan sendi-sendi perekonomian Indonesia.

Oleh karena itu, konstitusi modern menerapkan prinsip pembagian kekuasaan dan checks and balances yang digagas Montesquieu.

Dengan pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif maka cabang-cabang kekuasaan tersebut dapat saling mengawasi.

Jika salah satunya melakukan penyalahgunaan wewenang, maka cabang kekuasaan lainnya dapat mengambil tindakan koreksi.

Selain itu, lembaga independen seperti komisi pemberantasan korupsi dan lembaga audit keuangan juga penting untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Di Indonesia, KPK dan BPK adalah contoh lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan guna mencegah penyelewengan kekuasaan di cabang eksekutif dan legislatif.

Begitu pula Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan judicial review untuk membatalkan produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945.

Pengawasan yang dilakukan lembaga-lembaga independen ini sangat penting untuk memastikan pejabat publik tidak melanggar aturan main dan bertindak sesuai kepentingan publik.

Jika pengawasan ini tidak berfungsi maka pintu bagi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan akan sangat terbuka lebar.

Pejabat bisa dengan leluasa menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kroni-kroninya.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa pengawasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan adalah fondasi utama sistem konstitusional modern.

Tanpa fondasi pengawasan yang kokoh, kekuasaan akan cenderung disalahgunakan dan rakyat banyak yang akan dirugikan.

Kekuasaan harus diawasi secara ketat agar digunakan sesuai tujuan semula, yaitu memajukan kesejahteraan seluruh rakyat.

Itulah mengapa lembaga pengawas independen seperti KPK dan BPK mutlak diperlukan dalam sistem demokrasi konstitusional seperti Indonesia.

Sayangnya, upaya pelemahan KPK dan BPK kerap muncul dari kalangan tertentu di pemerintahan maupun DPR.

Upaya revisi UU KPK pada 2019 lalu yang ditujukan untuk melemahkan kewenangan KPK adalah contoh nyata ancaman terhadap lembaga pengawas konstitusional di Indonesia.

Hal ini tentu sangat berbahaya dan bisa menjadi pintu masuk bagi maraknya praktik KKN di pemerintahan.

Beruntunglah revisi UU KPK pada akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi.

Keputusan MK ini penting untuk menjaga checks and balances antar cabang kekuasaan negara.

MK sebagai the guardian of constitution telah memainkan peran vitalnya untuk memastikan pengawasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan tetap berfungsi.

Oleh karena itu, upaya pelemahan lembaga pengawas semacam KPK dan BPK harus terus diwaspadai.

Kita perlu memastikan agar mereka tetap independen dan memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan fungsi pengawasan konstitusionalnya.

Integritas sistem konstitusional Indonesia bergantung pada efektivitas mekanisme checks and balances antar cabang dan lembaga negara.

Tanpa itu, rakyat kecillah yang akan menjadi korban penyalahgunaan kekuasan oleh elit politik dan pejabat. (*)

Oleh: Nurhalisa, Mahasiswi Semester 5 Hukum Tata Negara Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare

Bagikan artikel ini ke :
error: