Rahasia Mengapa Huruf Alif Bentuknya Tegak Lurus
ONEANEWS.com – Para sufi ada yang mempercayai bahwa huruf-huruf dan angka-angka bukan sekadar huruf biasa yang menjadi simbol bacaan, tetapi lebih dari itu.
Huruf-huruf dan angka-angka juga memiliki makna kompleks dan komprehensif.
Dikutip dari iqra, sebuah hasil studi mendalam tentang makna metafisik di balik huruf dan angka ditulis Franz Carl Endres dalam “Das Mysterium Der Zahl”, lalu dikembangkan lebih dalam dan lebih luas oleh Annemarie Shcimmel di dalam “The Mystery of Numbers”, yang merangkum misteri di balik huruf alfabet dan nomor pada sejumlah agama dan kepercayaan, seperti mistisisme Semit, pemikiran Pytagoras, Taoisme, Kabbalah (Mistisisme Yahudi), Kristen, Hindu, Buddha, dan Islam.
Dalam lintasan sejarah keilmuan sufi juga ditemukan studi mendalam di balik huruf alfabet dan angka-angka Arab. Salah se orang di antaranya ialah Haydar Amuli yang pernah menyatakan sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu:
“Huruf-huruf yang ditulis dengan tinta tidak hanya sekedar berwujud sebagai huruf, melainkan huruf-huruf tersebut tidak lain merupakan pelbagai bentuk yang dimaknai dengan kebiasaan tertentu. Yang mewujud benar-benar ialah tinta (yang menuliskannya) itu. Keterwujudan huruf-huruf itu tidak lain adalah keberadaan tinta itu, yang juga merupakan kenyataan tersendiri dan unik yang mengungkapkan diri dalam berbagai bentuk yang berubah-ubah. Pertama kali kita harus melatih mata untuk melihat kenyataan kesamaan tinta pada semua huruf, kemudian melihat-huruf-huruf itu dalam begitu banyak untuk yang berubah-ubah dari tinta”.
Sebagai contoh huruf pertama dalam huruf hijaiyah, abjad Arab, ialah huruf alif. Huruf ini oleh kalangan mistikus sebagai huruf istimewa yang sarat dengan makna.
Huruf alif ini menunjuk kepada Allah, sosok yang menghubungkan (allafa) segala sesuatu, namun Ia tetap terpisah dengan segala sesuatu itu.
Menurut Muhasibi, “Ketika Allah menciptakan huruf-huruf, Ia memerintahkan semua huruf untuk menurut, namun hanya huruf alif yang tidak menurut, tetap mempertahankan wujud pertamanya berdiri tegak. Niffari menyebut semua huruf sakit kecuali huruf alif.
Muhasibi mengomentari huruf alif ini dengan mengutip hadis Nabi, “Allah menciptakan Adam sesuai dengan gambar/citra-Nya (‘ala shuratihi)”.
Huruf alif sebagai huruf Allah dan juga huruf pertamanya Adam, satu-satunya huruf yang bertahan dengan keutuhannya, selainnya semuanya kehilangan wujud aslinya.
Masih misteri huruf alif, menurut ‘Attar, sebagaimana dikutip dari Annimarie Schimmel, ikut mengomentari kelebihan huruf ini dengan mengatakan, jika huruf alif dibengkokkan maka bisa lahir huruf dal, dzal, ra, zai.
Jika dilipat dua ujungnya bisa membentuk huruf ba, nun, ta, tsa. Bahkan, semua huruf lain juga bisa terbentuk dari huruf alif. Itulah sebabnya huruf alif dikatakan huruf ahadiyyah, huruf kesatuan dan kebersatuan, huruf tauhid, sekaligus sebagai huruf transendens.
Namun, ada juga yang mengomentari sebaliknya, huruf alif adalah huruf iblis, karena satu-satunya huruf yang tidak mau membungkuk, seperti syair Jalaluddin Rumi:
“Jangan menjadi alif yang keras kepala, jangan menjadi huruf ba yang kepalanya dua, tetapi jadilah huruf jim.”
Dalam kitab ini diulas tentang berbagai makna mistik dari huruf alif. Di antaranya menjelaskan ka ta alif itu sendiri tersusun dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan fa, yang mengisyaratkan kesatuan dari tiga hal, yaitu pencinta, kekasih, dan cinta, atau merenung, bahan renungan, dan perenungan.
Syah Abd al-Lathif menjelaskan, alif menunjukkan nama Allah dan mim menunjukkan nama Muhammad SAW. Ia melihat urgensi kedua huruf ini di dalam pembahasannya dengan mengutip hadis Qudsi, “Ana Ahmad bila mim” (saya Ahmad tanpa huruf mim), berarti Ahad (Esa), yakni Allah Yang Maha Esa.
Huruf mim merupakan satu-satunya penghalang antara Allah dan Muhammad. Ini mengingatkan kita pada riwayat- riwayat Ahlul Bait (Syi’ah) yang banyak mengomentari hadis titik di bawah huruf ba pada kata basmalah (lihat kembali artikel terdahulu: “Misteri Basmalah”).
Ibnu ‘Arabi dan kalangan sufi Syi’ah menghubungkan huruf alif dengan kalam (pena) di dalam surat al-Qalam ayat 1:
ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ (Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya). Nun dihubungkan dengan botol tinta dawak, kalam di hubungkan dengan alif yang menulis, dan buku dihubungkan dengan lauh al-mahfudh. Tulisan alif mewujudkan kehendak Allah dalam bentuk alam dan kenyataan. Dalam hadis diistilahkan: “Tidak jatuh sehelai daun dari tangkainya melainkan sudah tertulis di dalam lauh al-mahfudh”.
Keistimewaan alif yang membentuk huruf lafdh al-jalalah, yang terdiri atas huruf lam lam ha, tidak ada sebuah kata yang digugurkan satu per satu hurufnya tapi tetap menunjuk makna yang sama.
Jika huruf alif di bagian awal dibuang maka tinggal huruf lam lam ha, masih bisa terbaca “lillah” berarti “untuk Allah”. Jika digugurkan lagi huruf lam pertamanya sehinggal tinggal dua huruf yaitu lam dan ha masih bisa terbaca “lahu” berarti “kepunyaan Allah”.
Jika digugurkan lam keduanya sehingga tinggal satu huruf, yaitu huruf ha, masih bisa terbaca dan mempunyai arti sebagai kata ganti (dlamir) berarti “Dia”, sebagai kata ganti untuk Allah.
Dlamir atau kata hu sebagai singkatan kata huwa, sering dijadikan lafaz wirid oleh sejumlah tarikat dengan cara mengambil napas lalu membuang napas dengan membaca panjang: “Huu …,” yakni Allah SWT. (*)