Pencabutan Hak Politik terhadap Mantan Narapidana Korupsi

Pencabutan Hak Politik terhadap Mantan Narapidana Korupsi
Yudistira Adinugraha (Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum di Institut Andi Sapada)

Oleh: Yudistira Adinugraha (Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum di Institut Andi Sapada)

ONEANEWS.com – Korupsi merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji dan diklasifikasi bentuk kejahatan luar biasa yang dapat merugikan kehidupan masyarakat luas.

Korupsi dikatakan sebagai kejahatan luar biasa dikarenakan bukan hanya kejahatan yang merugikan uang negara, tetapi dapat berdampak pada seluruh program pembangunan, mutu pendidikan jatuh, dan kemiskinan yang tidak tertangani.

Berdasarkan data statistik tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) hingga Triwulan I Tahun 2023 berdasarkan jenis perkara korupsi masih didominasi oleh tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yaitu 66 persen.

Sedangkan berdasarkan pelaku korupsi masih didominasi oleh pihak swasta yaitu 383 orang dan anggota DPR dan DPRD 344 orang.

Setelah penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat dilihat bahwa banyak pejabat pemerintahan yang terseret kasus korupsi seakan lupa bahwa ada hukum yang akan menjerat, sehingga menimbulkan perkembangan isu yang mengarah kepada pencabutan hak politik bagi mantan narapidana kasus korupsi.

Pencabutan hak politik mantan narapidana korupsi menimbulkan Pro dan Kontra di masyarakat, banyak yang mendukung dengan berpendapat bahwa sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang karena hak politik tidak termasuk didalam ketentuan non derogable human right, sedangkan terhadap masyarakat yang tidak mendukung pencabutan tersebut berpendapat bahwa pencabutan hak politik merupakan hukuman yang merendahkan martabat manusia karena melanggar Pasal 1 Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dihormati oleh Negara, hukum dan pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta pelindung harkat dan martabat manusia”.

Aturan mengenai pencabutan hak politik ini termuat dalam Pasal 35 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan ada beberapa hak-hak yang dapat dicabut oleh Negara salah satunya hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan.

Adanya hukuman tambahan tersebut dikarenakan pelaku telah menyalahgunakan kewenangannya, yang sejalan dengan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang jenis-jenis tindak pidana yang diantaranya terdapat pidana tambahan yaitu pencabutan hak-hak tertentu.

Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan bahwa mantan narapidana korupsi diberikan jangka waktu 5 tahun setelah terpidana menjalani masa pidananya untuk instrospeksi dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungan sebelum maju sebagai caleg. (*)

Bagikan artikel ini ke :
error: