Thonis-Heracleion, Kota Sejarah Mesir Kuno yang Tenggelam di Dasar Laut
ONEANEWS.com – Orang jenius dari peradaban Yunani Kuno merekam tempat-tempat yang jauh dalam bentuk peta maupun dicatat dalam buku agar dapat diingat dan dikenang.
Peradaban sejarah Mesir kuno pun tak luput dalam catatan sejarah mereka. Ada banyak ahli geografi Yunani kuno yang pernah singgah, memetakan kawasannya, dan mencatat dalam buku seperti Strabo (63 SM-24 M) dan Herodotus (484-425 SM).
Walau sudah dicatat oleh Herodotus dan Strabo, tidak semua kota itu ada hari ini. Sebuah kota tersohor dari peradaban Mesir kuno telah hilang secara misterius, bernama Heracleion.
Selain direkam dalam catatan, kota itu dikenang dalam beberapa prasasti langka. Dalam sejarah Mesir kuno semasa Firaun Nectanebo I (379-360 SM), melalui sebuah prasasti yang disebut sebagai ‘Prasasti Naukratis’ menulis, sepersepuluh pajak dihasilkan dari impor di kota Thonis (Heracleion) yang harus diberikan kepada tempat suci kuno Neith dan Sais.
Pada masa peradaban Mesir kuno era Ptolemaik, prasasti Dekrit Canopus menyebut kota Heracleion sebagai sumber penyumbang, pengorbanan, dan prosesi di atas air untuk menghormati Firaun Ptolemeus III (280-222 SM).
Lokasi kota Thonis-Hercleion terletak sekitar 32 kilometer timur laut kota Alexandria. Keberadaannya kini berada di bawah Laut Mediterania, tepatnya di Teluk Abu Qir.
Selama beberapa tahun terakhir, para ahli dari bidang sejarah, arkeolog, hingga geologi menemukan banyak hal terkait kota itu, termasuk alasan kehancurannya dan pengangkatan artefak.
Pada masa jayanya, Thonis-Heracleion adalah kota pusat perdagangan (atau dalam konteks hari ini sebagian kota bisnis dan ekonomi) yang penting bagi peradaban Mesir kuno dan berbagai peradaban lainnya di sekitar Laut Mediterania.
Kota Thonis-Heracleion berdiri sejak 2.700 tahun yang lalu di serangkaian pulau, pasir, gundukan lumpur, dan rawa yang saling berdekatan.
Dengan demikian, tempat ini menjadi kota perdagangan dan pelabuhan yang berusia tua, melampaui tetangganya yang berdiri pada 331 SM oleh Alexander Agung.
Saking pesatnya, kota Thonis-Heacleion meluas dan menjadi gerbang kosmopolitan Mesir kuno yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa di sekitar Laut Mediterania, sekaligus penghubung dengan dunia Barat.
Pesisir ramai dikunjungi oleh kapal yang hendak merapat ke pelabuhan. Kanalnya disibukkan dengan perahu-perahu kecil dari dalam Mesir yang akan melabuh di berbagai dermaga.
Di bagian tengah kota Thonis-Heracleion berdiri kuil besar berdiri untuk menghormati Osiris. Para arkeolog bawah air juga menemukan ragam patung kecil sphinx di depan reruntuhan kuil, dan patung besar Harpokrates, dewa kesunyian dan kepercayaan diri.
Dengan demikian, kedua tanda itu menegaskan jalur masuk menuju kuil seperti tata letak pada umumnya bangsa Mesir kuno.
Arkeolog pernah menemukan beberapa benda yang dikhususkan untuk dewa Osiris. Hal itu dibuktikan adanya temuan yang bersangkutan dengan perayaan tahunan Osiris yang juga diterapkan oleh peradaban sejarah Mesir kuno lainnya.
Dalam Drain the Ocean oleh National Geographic, perahu kecil ditemukan sebagai penghormatan kepada Osiris.
Kemudian, perahu tersebut ditenggelamkan sebagai hadiah kepada sang dewa alam bawah itu, hingga pada akhirnya terungkap kembali oleh para arkeolog.
Namun, kedigdayaan kota Thonis-Heracleion mulai surut ketika kota Alexandria berdiri. Banyak kapal pedagang mulai beralih ke kota Alexandria pada abad kedua SM yang berada 24 kilometer di barat.
Meski demikian, kota Thonis-Heracleion masih dihuni setidaknya sampai akhir abad kedua SM, dalam sejarah Mesir kuno.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kota Thonis-Heracleion berdiri di atas serangkaian pulau, pasir, gundukan lumpur, dan rawa yang saling berdekatan di delta Sungai Nil.
Masalahnya, kawasan Teluk Abu Qir berada di atas banyak patahan, bahkan di dalam kuil, yang menyebabkan bencana dan banjir marak terjadi.
Kemungkinan, runtuhnya kota Thonis-Heracleion disebabkan oleh fenomena geologis dan bencana alam tersebut, yang berlangsung dalam periode berbeda.
Hal itu menyebabkan penurunan tanah yang lambat, diikuti dengan kenaikan permukaan laut pada masanya.
Berdasarkan analisis geoarkeologi, ada pencairan tanah di beberapa tempat di Teluk Abu Qir. Fenomena ini dipicu oleh tekanan besar pada tanah dengan kandungan tanah liat dan air yang tinggi.
Aktivitas ini memicu bangunan-bangunan besar nan berat menekan tanah, dan pada gilirannya tergelincir ke bawah.
Tanah liat kehilangan volumenya, sehingga penurunan terjadi. Selanjutnya, diperparah oleh gempa bumi yang membuat penurunan ekstrem pada tanah liat terjadi.
Peristiwa ini disebut sebagai likuefaksi, yang juga pernah melanda Palu-Donggala, Sulawesi Tengah saat gempa dan tsunami tahun 2018.
Peristiwa ini membuat kota peradaban sejarah Mesir kuno itu tenggelam, menyisakan berbagai peninggalan arkeologis di bawah laut.
Para arkeolog telah menemukan tengkorak manusia di sekitar kuil kota itu, yang memiliki ciri bekas cedera runtuhan akibat bencana dahsyat tersebut, menurut sebuah penelitian tahun 2014.
Ketiadaan kota ini membuatnya nyaris sebagai kota mitos. Heracleion adalah nama yang dibuat oleh Yunani kuno untuk merujuk kota ini. Dalam bahasa Mesir kuno, kota ini dinamai Thonis.
Herodotus pernah menyinggung kota ini sebagai tempat pahlawan Yunani kuno bernama Herakles menapakkan kakinya pertama kali di Mesir.
Kemudian, sempat disinggahi oleh Helen bersama kekasihnya, Paris sebelum Perang Troya yang dinarasikan secara semi-mitos.
Inilah yang membuat keberadaan kota yang disebut Herodotus ‘Heracleion’ nyaris menjadi mitos belaka.
Kota Thonis-Heracleion berhasil ditemukan oleh arkeolog bawah laut Prancis, Franck Goddio bersama timnya pada tahun 2000. (*)