Pro Kontra Mutasi Kepsek di Parepare, Stok Guru Penggerak Jadi Sebab
ONEANEWS.com – Komisi II DPRD Kota Parepare menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Komisi II, Senin 25 September 2023.
RDP dihadiri Ketua Komisi II, M Yusuf Lapangan, Wakil Ketua Komisi II, Yangsmid Rahman, Sekretaris Asmawati, Anggota Andi Muhammad Fudail, Indriasari Husni. Hadir pula Plt Kepala Disdikbud Parepare, Muhammad Makmur, dan Kepala BKPSDMD Parepare, Adriani Idrus.
RDP terkait mutasi kepsek SD dan SMP yang dilakukan Pemkot Parepare pada 2 software 2023 lalu. Ada pro dan kontra di dalamnya.
RDP dilakukan sebagai respons atas surat Lembaga Pengkajian Edukasi Komunikasi dan Masyarakat (Lapekom) ke KASN tentang adanya ketidaksesuaian Permendikbudristek Nomor 40 tahun 2021 dengan Keputusan Walikota Nomor 75 tahun 2023 tanggal 02 September tentang penempatan dan pemberhentian kepala UPTD SD dan SMP Negeri pada Disdikbud.
Dalam surat tersebut terdapat 7 nama kepsek di Parepare yang dilantik dan tidak memenuhi syarat atau melanggar Permendikbudristek Nomor 40 tahun 2021.
6 di antaranya tidak sesuai dengan Bab II pasal 2 ayat 2 poin k, yaitu berusia paling tinggi 56 tahun pada saat diberi penugasan sebagai kepala sekolah.
Dalam hal ini usia kepsek yang dilantik masing-maisng berusia 57 tahun 7 bulan, 57 tahun 9 bulan, 58 tahun, 58 tahun 5 bulan, 59 tahun 8 bulan, dan 59 tahun 9 bulan.
Sementara, 1 guru lainnya yang dilantik tidak sesuai Bab II pasal 2 ayat 1 poin c yaitu memiliki sertifikat guru penggerak (kepsek yang dilantik).
Muhammad Yusuf Lapanna menjelaskan, ada beberapa guru yang menyampaikan kabar bahwa mutasi ini dianggap tidak sesuai Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021.
“Salah satu yang membuat alot RPD ini tadi yaitu mutasi yang dilakukan Pemkot dalam hal ini Disdikbud yaitu Ibu Halimah yang dimutasi. Ibu Halimah Dinonjobkan karena persoalan akhlak. Ada berapa masalah di sekolahnya. Memang guru PTT itu protes karena dia merasa dizalimi. Sedangkan Pak Hartono yang kemarin menjadi Kepsek SMPN 3 yang menurut kacamata kami di Komisi II dan DPRD. Itu lebih parah kesalahan yang dilakukan pak Hartono ketimbang Bu Halimah yang dinonjobkan,” jelas Yusuf.
Hartono kata Yusuf sempat menjadi viral persoalannya. Menurutnya, itu mencederai dunia pendidikan, terutama Kota Parepare. Karena ada sesuatu hal kesalahan yang dilakukan menurut kacamata Komisi II.
“Itu tidak bisa ditoleransi. Tidak ada lagi toleransi bagi pak Hartono. Harapan teman-teman (Komisi II DPRD) bahwa pak Hartono diberi kesempatan, ruang untuk introspeksi diri dengan menonjobkan dan mengembalikan dia menjadi guru biasa. Tapi dalam mutasi ini pak Hartono masih diberi kesempatan (dimutasi jadi kepsek SMPN 4),” ujarnya.
Komisi II DPRD Parepare pun membandingkan antara kasus Hartono dan Halimah kepada Disdikbud dan BKPSDMD. Namun, kata Yusuf, keduanya tidak mampu memberi penjelasan yang jelas terkait dimutasinya Hartono dan dinonjobkannya Halimah.
“Teman-teman membandingkan antara Bu halimah dengan pak Hartono. Saya lihat tadi dari Bu Kaban dan pak Kadis (plt Kadisdikbud) dalam memberikan penjelasan tidak bisa meyakinkan komisi II bahwa ini adalah objektif melihat permasalahan ini. Sehingga kita menganggap mutasi kemarin memang ada like and dislike di situ. Kepsek yang dimutasi dan dinonjobkan itu, kami melihat itu subjektif,” terangnya.
Yusuf juga menjelaskan, mutasi dalam lingkup Pemkot Parepare memang hak prerogatif walikota. Tapi itu tidak mutlak. Itu bukan sesuatu yang mutlak, sebab dalam mutasi ada indikator, salah satunya kinerja.
“Ada juga persyaratan ketika melakukan penugasan kepada guru menjadi kepsek, itu tugas tambahan seorang guru. Ada syaratnya di Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021,” ungkapnya.
Lanjut Yusuf, salah satu yang dilanggar Disdikbud terkait sertifikat guru penggerak. Salah satu guru dilantik jadi kepsek yaitu Herlina dilantik sebagai kepsek SDN 65 Parepare.
“Ibu Herlina ini tidak mempunyai sertifikat guru penggerak, sehingga menjadi pertanyaan kita kenapa Ibu Herlina diangkat jadi kepsek padahal tidak memenuhi syarat Permendikbud ini,” lanjutnya.
Tetapi, sambung dia, ternyata di pasal 4 dijelaskan bahwa daerah yang kekurangan guru penggerak, bisa diambil oleh Disdikbud yang dianggap kapabel dan kompeten sebagai kepsek.
“Tugasnya itu sampai Pemda bisa mendapat guru penggerak. Tadi, sudah disampaikan pak Kadis, guru Penggerak sampai bulan depan ada 10 orang,” jelasnya.
Komisi II juga menyoroti terkait guru yang ditugaskan menjadi kepsek umurnya paling tinggi 57 tahun sesuai Permendikbudristek Nomor 40 tahun 2021.
“Nah di dalam catatan komisi II ada 6 guru yang diangkat penugasan jadi kepsek itu umurnya melebihi dari 57 tahun. Bahkan ada bulan depan yang sudah pensiun. Ini yang menjadi tanda tanya besar kami dan sampaikan ke pak kadis. Penjelasannya tadi itu keliru, bahwa yang ditugaskan ini jadi kepsek, kan nanti bulan depan akan pensiun sehingga ini tidak lama untuk mengevaluasi,” terangnya.
“Tapi tidak seperti itu. Dalam aturan itu memang dikunci bahwa syaratnya itu tidak lebih dari 57 umurnya. Saya lihat ini diskresinya pak kadis dan Bu Kaban bahwa itu boleh karena sudah pernah jadi kepsek,” tambah legislator Partai Gerindra itu.
Yusuf menegaskan, dari kacamata Komisi II dan menurut aturan Permendikbudristek, itu tidak seharusnya dilakukan karena tidak sesuai.
“Itu tidak boleh sebenarnya. Kami anggap bahwa 6 orang yang jadi kepsek ini cacat secara hukum karena tidak sesuai regulasi yaitu Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021,” tegasnya.
Komisi II berharap ke depannya ini bisa diperbaiki oleh disdikbud karena sudah viral dan sudah masuk ke KASN karena tidak sesuai prosedural.
“Intinya kami komisi II sudah sampaikan ke pak kadis apa yang tidak sesuai dengan regulasi itu diperbaiki. Dan Bu kaban agar lebih teliti lagi memberikan pertimbangan-pertimbangan terkait pengangkatan kepsek tentunya kepada pembina ASN yaitu walikota,” tegas Yusuf.
Terkait ketidaksesuaian pelantikan 7 kepsek lingkup Pemkot Parepare ini, Lapekom sebagai lembaga telah sebelumnya menyurat ke KASN terkait pelantikan kepsek ini, Yusuf membenarkan dan telah mengetahui hal tersebut.
“Ini kan memang Lapekom sudah menyurat ke KASN. Kami dari komisi II, kesimpulan RDP ini akan kami sampaikan ke pimpinan untuk memberikan semacam teguran kepada Pemkot agar tetap taat azas yang ada. Salah satu tugas DPRD lakukan pengawasan. Apabila pemerintahan ini tidak berjalan sesuai relnya, DPRD bisa menegur agar kembali berjalan sesuai relnya,” ungkapnya.
Sementara Muhammad Makmur mengatakan, di dalam regulasi permen (Permendikbudristek) nomor 40, Disdikbud diminta menghabiskan guru yang memiliki Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS) untuk diangkat jadi kepsek. Setelahnya, kepsek dipilih dari guru penggerak.
“Kemudian, kalau sudah habis, baru guru Penggerak. Kita tinggal punya 3 yang memiliki NUKS. Selain itu kita punya 12 guru Penggerak,” ujarnya.
Lanjut Makmur, di antara 12 guru penggerak ini satu di antaranya belum berstatus PNS, dua sudah terangkat jadi kepsek, dan dua belum bersedia karena pertimbangan masih muda sekali, kelahiran 1994. Tersisa 7 guru Penggerak.
“Tujuh ini sudah kami angkat, tetapi sekolah kami masih banyak yang kosong (jabatan kepsek), sehingga di regulasi juga mengatakan boleh mengangkat kepsek yang tidak ber-NUKS atau bukan guru Penggerak,” terangnya.
Meski, sebagian besar kepsek yang dilantik sebelumnya pernah menjabat kepsek, namun di dalam Permendikbudristek menyebut, usia guru diberi tugas sebagai kepsek usianya tidak lebih 56 tahun, kecuali mutasi dari jabatan kepsek ke kepsek di sekolah lain.
“Tentu kami anggap yang berkompeten. Logikanya, bagaimana mengukur yang kompeten. Kami merasa bahwa yang sudah menjalani, sudah menjadi pernah menjadi kepsek tentu lebih tahu tugas itu dibanding yang belum pernah.
Lagipula, kata Makmur, masa tugasnya hanya sampai apabila sudah ada guru penggerak yang bisa menggantikan posisi mereka sebagian kepsek.
“Guru penggerak kita ini bulan 12 sudah ada. Di angkatan berikutnya lagi. Angkatan 5 ini sudah kita angkat semua, kecuali yang dua orang tidak bersedia, dan satunya guru honorer. Di angkatan 7 ada lagi. Insyaallah bukan 11 sudah ada pengumumannya,” jelasnya.
Soal like and dislike dalam pengangkatan kepsek di Parepare, Makmur menepis hal itu.
“Tidak ada seperti itu. Kita tidak bisa asal menempatkan. Tentu kami menempatkan yang lebih kompeten. Kami anggap berkompeten adalah orang yang pernah menjalani tugas itu,” tegas Makmur.
Makmur menjelaskan, angkatan 9 untuk guru penggerak baru dibuka dan selesai bulan 12. Termasuk istri Hartono yaitu Herlina yang baru saja dilantik sebagai kepala SDN 65 Parepare, meski belum memiliki sertifikat guru Penggerak.
“Iya terdaftar (Herlina). Istrinya pak Hartono sudah 4 tahun Plt. Dari 4 tahun itu kita lihat bahwa dia bisa menjalani itu, dan tidak ada yang dilanggar. Semua tugas yang diberikan selalu tuntas. Meskipun tidak ada sertifikat guru Penggerak, karena posisinya sama dengan yang lain. Yang kita lihat adalah pengalamannya,” ujarnya.
Jabatan lowong kepsek ke depan, sebanyak 6 kepsek akan pensiun dalam waktu dekat atau hingga bulan 12 tahun ini. Namun, itu sudah ada guru yang disiapkan mengisi jabatan tersebut.
“Sudah siap. Kalau sudah diumumkan angkatan 7, kami akan pasang semua guru penggerak kita. Jadi, tidak ada lagi (jabatan lowong),” bebernya.
Ia menjelaskan, Disdikbud memang dianggap keliru mengambil kebijakan ketika ini dilihat secara parsial atau satu-satu.
“Tetapi bila ditinjau secara keseluruhan. Mengerti mulai aturan pertama sampai terakhir, pasti akan dibenarkan. Kalau kita angkat guru yang masih muda. Masa dalam waktu tiga bulan diberhentikan. Bagaimana perasaannya apabila sudah didefinitifkan baru tiga bulan diangkat baru diturunkan lagi,” jelasnya.
Inilah yang menjadi pertimbangan sehingga Disdikbud mengangkat 7 guru menjadi kepsek meski tidak sesuai Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021.
“Ini pertimbangannya, sehingga kami mengambil yang sudah pernah (pengalaman). Otomatis bulan 12 sudah selesai. Penyebab utamanya adalah kekurangan guru penggerak,” tegasnya.
Soal pemberhentian Halimah sebagai Kepsek dilakukan karena dia sudah menjabat sebagai kepsek selama lebih dari 16 tahun.
Sementara dalam aturannya, jabatan kepsek maksimalnya bisa 4 periode, yang mana tiap periode sama dengan 4 tahun.
“Mutasi setelah 4 tahun jadi kepsek. Kalau dia bagus boleh dilanjut di sekolah itu atau di sekolah lain,” ungkap Makmur.
“Bu Halimah Kurang lebih 20 tahun (jadi kepsek). Karena tidak ada kepsek seumur hidup, jadi kami lakukan itu (mutasi),” tambahnya.
Mutasi kepsek dilakukan sebagai penyegaran dan agar tidak terjadi ketimpangan di tiap sekolah.
“Ada juga kita mutasi karena kita mau promosi atau beri tantangan,” ujar Makmur.
Soal mutasi maupun nonjob kepsek, Makmur mengklaim sesuai prosedur yaitu melibatkan Dewan Pendidikan Kota (DPK) dalam hal ini berkoordinasi.
“Sebenarnya tentu kami minta saran dan masukan. Hanya saja mungkin yang dimaksud adakah regulasi SK yang membentuk semua tim ini. Kami rapat bersama BKPSDMD, minta masukan dari dewan pendidikan, sehingga kami melakukan ini,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Lapekom Zaid Zainal mengatakan, Lapekom menganggap pelantikan kepsek pada 2 September lalu ada 7 kepsek yang dilantik dianggap tidak sesuai Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021.
“Kami (Lapekom) sudah lapor ke KASN Jakarta, ke Ombudsman perwakilan Makassar, ke PGRI pusat dan langsung surat menggugat walikota. Tembusan DPRD Parepare, BKPSDM, dan Dinas pendidikan,” katanya.
Ia menyebut, alasan melakukan hal tersebut, sebagai bentuk kepedulian Lapekom terhadap pendidikan di parepare. Maka Lapekom mengkritisi kebijakan walikota yang melanggar permendikbud terkait pengangkatan kepsek.
“Kalau hal seperti ini terus dibiarkan, pengangkatan kepsek atas dasar like dan dislike meskipun melanggar aturan yang ada. Ini akan menjadi preseden buruk masa depan pendidikan di parepare,” tandas Zaid Zainal. (*)