Sampaikan Kritik, Tidak Dikriminalisasi
ONEANEWS.com – Dalam demokrasi, kritik sangat penting. Mengkritik adalah cara untuk menyampaikan pendapat, memberikan masukan, dan mengkritik kinerja institusi atau individu.
Namun sayangnya, dalam konteks kebebasan pers di Indonesia, seringkali terdapat kritik terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai tindakan kriminal.
Salah satu contohnya adalah ketika Aiman Witjaksono seorang wartawan, mengkritik polisi dengan mengatakan bahwa “Polisi tak netral dalam penyelenggaran pemilihan umum 2024”.
Dampak kriminalisasi terhadap kritik jurnalis bisa sangat besar, baik bagi jurnalis secara individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Ketika jurnalis takut mengungkapkan pendapat dan kritik mereka karena takut akan akibat hukum yang terjadi, maka hal ini bisa menghambat kebebasan berpendapat dan menghalangi kemampuan untuk meminta pertanggungjawaban dari mereka yang berkuasa.
Hal ini, pada gilirannya, bisa berakibat negatif bagi demokrasi dan transparansi dalam pemerintahan.
Dalam kasus ini, Aiman tidak seharusnya dikriminalisasi hanya karena menyampaikan kritiknya dalam bentuk penyampaian informasi sebagai wartawan.
Kritiknya seharusnya dilihat sebagai kritik yang konstruktif dan bukan sebagai tindakan yang merugikan orang lain. Justru dengan adanya kritik, Polisi dapat memperbaiki diri serta meningkatkan kinerjanya.
Aiman juga mengaku status kewartawanan saat memberikan pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa kritik tersebut berasal dari seorang yang bekerja di bidang jurnalistik.
Ini menunjukkan bahwa kritik yang diajukan Aiman adalah hasil dari tanggung jawabnya sebagai wartawan untuk menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.
Sebagai seorang wartawan, dia seharusnya memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapatnya tanpa khawatir akan dikriminalisasi atau diintimidasi oleh pihak yang tidak setuju dengannya.
Sementara itu, polisi menganggap kritik tersebut melanggar undang-undang. Akibatnya, Aiman diperiksa karena pernyataannya. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga kebebasan pers, Dewan Pers juga menekankan bahwa kritik terhadap pemerintah tidak boleh dikriminalisasi.
Menurut Dewan Pers, seorang wartawan memiliki hak untuk menyampaikan kritik yang bersifat konstruktif dan tidak mengandung fitnah. Kritik yang disampaikan seorang wartawan seharusnya dianggap sebagai bagian dari kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang.
Yang dimana negara menjamin kebebasan berpendapat dan berbicara, juga dikenal sebagai kebebasan berbicara, dan pers nasional dilindungi oleh UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dengan demikian, pembatasan atas kritik wartawan seharusnya tidak dilakukan, namun sebaliknya harus diperkuat dan dihormati.
Jelas terlihat bahwa ada pertimbangan-pertimbangan yang kompleks dan bernuansa yang berperan. Meskipun penting untuk meminta pertanggungjawaban jurnalis atas pemberitaan mereka, sama pentingnya untuk melindungi hak mereka untuk mengekspresikan pendapat dan kritik secara bebas.
Undang-Undang Pers tahun 1999 menyediakan kerangka kerja untuk melindungi hak-hak jurnalis, tetapi masih ada tantangan dalam memastikan bahwa hak-hak ini ditegakkan dalam praktiknya.
Ke depannya, sangat penting untuk menyeimbangkan antara akuntabilitas dan kebebasan pers untuk mendorong lanskap media yang kuat dan independen.
Mereka menegaskan bahwa media dapat dengan bebas mengkritik kinerja pemerintah, termasuk kepolisian, tanpa khawatir akan akibat hukum yang bisa terjadi.
Salah satu alat yang efektif untuk menjaga keseimbangan kekuasaan adalah kritik. Kritik dapat membuat institusi pemerintah dievaluasi dan ditekan untuk memberikan layanan masyarakat yang lebih baik.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga yang berwenang untuk dengan senang hati menerima kritik, daripada mengkriminalisasi mereka yang memberikan kritik tersebut.
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa menyampaikan kritik tidak dikriminalisasi berhubungan dengan wartawan adalah hal yang sangat penting untuk menjaga kebebasan pers dan pluralitas informasi.
Kritik yang bersifat konstruktif dapat membantu meningkatkan kualitas pemberitaan dan kinerja institusi yang dikritik. Dengan demikian, perlindungan terhadap wartawan yang mengkritik harus diperkuat dan dijaga agar kebebasan pers tetap terjaga.
Kita harus terus mendukung wartawan dan lembaga penegak hukum untuk memastikan bahwa kritik terhadap pihak berwenang tidak dihukum.
Kritik harus dijadikan sarana untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik, bukan sebagai alasan untuk membungkam suara-suara yang kritis.
Semoga kebebasan pers tetap terjaga dan kritik dapat terus menjadi bagian dari upaya memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia. (*)
Oleh: Norfazilah, Mahasiswi Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Parepare