Sejarah Etnis Rohingya hingga Ditolak Login Warga Aceh

Sejarah Etnis Rohingya hingga Ditolak Login Warga Aceh
Ilustrasi orang-orang pengungsi Rohingya memasuki Bangladesh dari Myanmar. (Foto: iStockphoto/vector photo gallery)

ONEANEWS.com – Kedatangan gelombang pengungsi Rohingya di perairan Kabupaten Pidie, Aceh Utara dan Bireuen, mendapat penolakan dari warga setempat, dengan mendatangi pesisir pantai, Kamis (16/11/2023).

Penolakan itu pun viral di media sosial setelah video para pengungsi terdampar di pantai, beredar.

Apa penyebabnya sehingga pengungsi Rohingya ditolak warga di Aceh? Mari kita ulas.

Asal Usul Etnis Rohingya

Rohingya adalah etnis minoritas muslim yang mempraktikkan Islam Sunni dan dipengaruhi sufisme. Jumlahnya mencapai 3,5 juta jiwa.

Sebelum peristiwa berdarah pada Agustus 2017 sil, etnis Rohingya di Myanmar mendiami negara bagian Rakhine. Bahkan, populasi mereka mencapai hampir sepertiga total penduduk negara. Etnis Rohingya di Myanmar diperkirakan sudah ada sejak abad 15.

Kala itu ribuan umat Muslim mendatangi bekas Kerajaan Arakan. Selain itu etnis tersebut juga banyak yang datang di abad 19 dan awal abad 20, ketika Rakhine masih menjadi bagian British India di zaman kolonial.

Keberadaan etnis Rohingya tidak diakui sejak kemerdekaan Burma pada tahun 1948. Negara yang kemudian ganti nama menjadi Myanmar pada 1989 ini juga menolak klaim historis Rohingya.

Etnis Rohingnya pun tidak diakui sebagai bagian dari 135 kelompok etnis resmi Myanmar. Hal ini kemudian, status kewarganegaraan etnis Rohingya mengambang.

Mereka pun dicap imigran ilegal dari Bangladesh meski telah berabad-abad mendiami Rakhine di Myanmar.

Alasan Etnis Rohingya Mengungsi

Etnis Rohingya merupakan kelompok etnis minoritas muslim yang mendapat diskriminasi dari negaranya. Pemerintah Myanmar sendiri tidak mengakui etnis Rohingya sebagai bagian dari sejarah negara.

Pemerintah Myanmar memang dikenal cukup lama memberi kebijakan diskriminatif terhadap etnis Rohingya.

Bahkan sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah setempat memaksa ratusan ribu muslim Rohingya untuk meninggalkan rumah mereka.

Ini pun menjadi buah simalakama bagi Etnis Rohingya. Mau tidak mau mereka harus meninggalkan kediamannya agar tetap bertahan.

Mereka kemudian mengungsi ke berbagai wilayah hingga lintas negara. Pengungsian jalur darat membawa mereka ke Bangladesh sedangkan jalur laut menuju Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar paling parah terjadi pada tahun 2017, lalu. Ketika itu, warga etnis Rohingya diperlakukan sadis dengan adanya pemerkosaan, pembunuhan, hingga pembakaran.

Situasi yang tidak aman itu pun memicu eksodus besar-besaran warga Rohingya. Sehingga membuat lebih dari 700 ribu orang mengungsi.

Di sisi lain, pasukan keamanan Myanmar terkesan membiarkan keadaan sehingga tidak sedikit warga Rohingya menghadapi sikap represif petugas.

Bahkan, pemerintah Myanmar mengklaim peristiwa tersebut sebagai bentuk kampanye militer demi mengembalikan stabilitas wilayah barat negaranya.

Sementara itu, PBB melihat cara-cara jahat yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada dugaan genosida. Hanya saja Pemerintah Myanmar membantah hal tersebut.

Hingga kini, sebagian warga etnis Rohingya masih ditemukan mengungsi ke negara-negara lain, termasuk negara Indonesia yang menjadi tujuan pengungsian etnis Rohingya.

Meski akhir-akhir ini ada penolakan warga setempat akibat masalah ketidakpatuhan para pengungsi terhadap norma-norma di wilayah setempat.

Alasan Pengungsi Rohingya Ditolak di Aceh

Alasan ditolaknya pengungsi Rohingya di Aceh lantaran terkait kabar bahwa imigran yang datang sebelumnya memiliki perilaku kurang baik. Mereka dinilai tidak mengindahkan norma-norma masyarakat setempat.

Meski begitu warga setempat tetap membantu memberikan makanan, minuman, hingga bahan bakar minyak setelah mendapat penjelasan dari pihak kepolisian. Warga bahkan menyediakan boat sebagai penarik kapal imigran Rohingnya agar kembali ke laut.

Usai mendapat bantuan, para imigran etnis Rohingnya diarahkan kembali naik lagi ke kapal. Kendati demikian, ada 5 pengungsi etnis Rohingnya yang tetap berada di lokasi karena dalam kondisi lemah, sehingga memerlukan perawatan medis.

Provinsi Aceh dalam tiga hari berturut-turut memang kedatangan pengungsi Rohingya sejak 14-16 November 2023. Namun kedatangan mereka tidak diterima atau ditolak oleh masyarakat setempat sehingga kapal yang memuat para pengungsi kembali didorong ke lautan.

Para pengungsi itu melarikan diri dari krisis kemanusiaan dan genosida yang terjadi di Myanmar. Mereka mencari suaka ke beberapa wilayah yang jadi pintu masuk negara-negara ASEAN termasuk Aceh.

Bukan Kali Pertama Ditolak di Aceh

Menurut Panglima Laot (laut) Aceh, Miftach Tjut Adek, di Banda Aceh ini bukan kali pertama pengungsi Rohingya ditolak warga setempat.

“Hari ini sudah dua kali ditolak masyarakat, pertama tadi di Bireuen, dan kemudian di Aceh Utara,” ungkapnya, Kamis (16/11/2023) malam.

Menurut Miftach Tjuk Adek, alasan penolakan etnis rohingya di Aceh karena pemerintah setempat tidak sanggup menerima pengungsi yang jumlahnya kian banyak.

Terlebih, tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab atas masuknya para pengungsi Rohingya itu sehingga masyarakat pum menolaknya.

Miftach juga menjelaskan bahwa pemerintah setempat bahkan sudah berbuat maksimal dalam menampung pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh. Namun disayangkan pemerintah pusat enggan memberikan perhatian terkait masalah ini.

Miftach pun berharap pemerintah pusat segera turun tangan dan tidak membiarkan masalah ini ditangani pemerintah daerah Aceh saja.

Menanggapi itu, Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa Indonesia tidak mempunyai kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi Rohingya.

“Penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan. Ironisnya banyak negara piha konvensi justru menutup pintu bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu,” bebernya.

Parahnya, kebaikan Indonesia dalam memberikan penampungan sementara, lanjut Iqbal, malah dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia. Hal ini dibuktikan lewat banyaknya pengungsi Rohingya yang jadi sasaran pelaku perdagangan manusia. (*)

 

Bagikan artikel ini ke :
error: