Ditangkap di Balikpapan, Penyidik DJP Sulselbartra Serahkan DPO Penggelap Pajak ke Kejari Parepare
ONEANEWS.com – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra) bersama Koordinator Pengawasan (Korwas) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyerahkan penanganan tersangka pelaku dan barang bukti tindak pidana di bidang perpajakan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel.
Proses penyerahan tahap dua ini, berlangsung di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Parepare, Rabu (8/11/2023).
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara
Windu Kumoro melalui keterangannya di Kantor Kejari Parepare, Rabu, 8 November 2023 mengatakan, tersangka HHS alias H selaku Direktur PT HMII, perusahaan distributor tenaga surya industri, diduga melakukan tindak pidana penggelapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
HHS dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipotong/dipungut dari konsumen dan/atau dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam kurun waktu Januari 2017 hingga Desember 2017.
“Perbuatan HHS tersebut dapat merugikan pendapatan negara dari bidang perpajakan sebesar Rp255.737.391 (dua ratus lima puluh lima juta tujuh ratus tiga puluh tujuh ribu tiga ratus sembilan puluh satu rupiah),” ungkapnya yang didampingi Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Humas Kanwil DJP Sulselbartra, Sunarko.
Dia mengungkapkan, HHS merupakan tersangka yang ditetapkan dalam Daftar Pencarian (DPO) sejak 13 Januari 2023 dan ditemukan pada 31 Oktober 2023 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Perbuatan HHS ini diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i dan/atau huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan seperti yang telah dilakukan beberapa kali. Terakhir diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
“Pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa setelah mendapat supervisi dari Direktorat Penegakan Hukum dan Direktorat Intelijen Perpajakan DJP, HHS diamankan oleh Korwas Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) dan Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara.
Selanjutnya, kata dia, atas tersangka HHS dilakukan upaya paksa dengan membawa kembali HHS ke wilayah hukum Sulawesi Selatan oleh PPNS Kanwil DJP Sulselbartra dibantu Korwas Polda Sulsel.
“Sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan DPO, HHS telah diberikan kesempatan untuk membayar pajak yang seharusnya disetorkan kepada negara karena Kanwil DJP Sulselbartra senantiasa mengupayakan penegakan hukum pidana di bidang perpajakan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP pada tahap pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan) atau sesuai Pasal 44B UU KUP pada tahap penyidikan tindak pidana perpajakan,” jelasnya.
Namun, hingga dilakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dimaksud. kepada Kejati Sulsel, HHS belum membayar kerugian pada pendapatan negara yang sebagai upaya pemulihan kerugian negara, PPNS Kanwil DJP Sulselbartra telah menyita harta milik tersangka HHS berupa dua buah truk tangki.
“Sinergi antara Kanwil DJP Sulselbartra, Kejati Sulsel, dan Polda Sulsel dalam penegakan hukum pidana perpajakan merupakan salah satu upaya pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),” ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengucapkan terima kasih kepada seluruh Wajib Pajak yang telah memenuhi kewajiban perpajakannya.
“Di sisi lain, kita (DJP) tidak segan untuk bertindak tegas terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh, terutama jika terdapat indikasi melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,” pungkasnya. (*)