BKKBN Sulsel dan Komisi IX DPR RI Kampanyekan Pencegahan Stunting di Selayar

BKKBN Sulsel dan Komisi IX DPR RI Kampanyekan Pencegahan Stunting di Selayar
BKKBN Sulsel dan Komisi IX DPR RI Kampanyekan Pencegahan Stunting di Selayar. (Foto: BKKBN Sulsel)

ONEANEWS.com – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar kegiatan Kampanye Program Percepatan Penurunan Stunting kolaborasi bersama mitra kerja Komisi IX DPR RI, Rabu (18/10/2023).

Bertempat di Hotel Tanjung Merayu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kegiatan ini diikuti sebanyak 350 peserta terdiri dari Camat, Lurah, Kepala Puskesmas dan Tenaga Kesehatan se-Kabupaten Selayar.

Hadir dalam kegiatan ini, Anggota Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Shodiqin, Kepala Dinas Kesehatan, Kabupaten Kepulauan Selayar, dr. Husaini, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Drs. Andi Massaile.

Anggota Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham mengatakan stunting menjadi ancaman Indonesia mewujudkan generasi emas 2045, jika stunting tidak bisa diturunkan saat ini akan mempengaruhi kualitas generasi bangsa di masa mendatang.

Untuk itu, Aliyah menekankan perlunya sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya penurunan stunting melalui pencegahan terjadinya stunting baru baik yang berkaitan dengan faktor sensitif maupun spesifik.

“Salah satu penyebab stunting adalah pernikahan dini, di mana anak yang menikah di usia muda, baik secara mental maupun fisik berpotensi melahirkan anak stunting, ditambah lagi jika kesiapan ekonomi keluarga belum siap, nantinya akan sulit bagi pasangan muda ini untuk memenuhi kebutuhan gizi pertumbuhan dan perkembang anaknya” sebut Aliyah.

Untuk itu, Aliyah mendorong setiap remaja memperhatikan usia ideal menikah, dimana perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.

“Diusia ini pasangan telah siap secara mental dan fisik untuk menjadi orang tua, siap hamil dan melahirkan, serta bisa merawat dan memberikan gizi yang baik untuk tumbuh kembang anak lewat secara baik dan benar” ujar Aliyah.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis serta infeksi penyakit berulang terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu dimulai saat janin dalam rahim hingga bayi berusia 2 tahun.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Shodiqin, SH, MM dalam kesempatan itu menyampaikan terbitnya Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2023 mengamanatkan BKKBN sebagai koordinator Percepatan Penurunan Stunting Indonesia.

“Data SSGI Tahun 2022 angka prevalensi stunting Sulawesi Selatan yaitu 27,2 persen, angka ini masih di atas nasional yaitu 21,6 persen, sedangkan batas standar angka stunting suatu negara yang di tetapkan WHO adalah 20 persen” tuturnya.

“Menurunkan stunting menjadi tugas kita bersama, dan untuk mempercepat penurunannya, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri, dibutuhkan dukungan dan komitmen berbagai pihak baik faktor sensitif maupun spesifik, lewat koordinasi dan konvergensi yang terbangun, kita berharap target 14 persen 2024 bisa kita capai” ujar Shodiqin.

Lebih lanjut, Shodiqin menyebutkan strategi penurunan stunting yang dilakukan BKKBN yaitu pencegahan lahirnya stunting baru dengan melakukan pendampingan kepada kelompok berisiko stunting yaitu remaja sebagai calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan baduta.

“Kunci penurunan stunting adalah pencegahan lahirnya stunting baru. Untuk itu BKKBN melalui perannya terus mendorong agar setiap Pasangan Usia Subur mengatur kelahiran anak dengan berKB, sebab dengan mengatur kelahiran anak, keluarga ini l akan memilik banyak waktu dan kesempatan untuk memaksimalkan pengasuhan anak, ASI eksklusi bisa maksimal diberikan dan kesehatan ibu juga bisa meningkat” sebut Shodiqin.

Shodiqin juga menegaskan pentingnya menghindari kehamilan berisko yaitu terlalu muda melahirkan di bawah 20 tahun, terlalu tua melahirkan diatas 35 tahun, terlalu rapat melahirkan dibawah 3 tahun, dan terlalu sering melahirkan.

Kepala Dinkes Selayar, dr. Husaini mengatakan angka prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar masuk kategori enam tertinggi di Sulawesi Selatan.

“Berdasarkan Data Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022, angka prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu 32,1 persen, target kita tahun ini masih sangat berat, kalau melihat target RPJMN 2020 – 2024, tahun 2023 kita harus mencapai angka 17 persen dan tahun 2024 harapannya turun menjadi 14 persen” sebut dr. Husaini.

Lebih lanjut, Husaini mengatakan salah satu kendala di lapangan yang dihadapi tenaga kesehatan adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan baduta belum terstandar sehingga berpotensi salah ukur sehingga data yang dihasilkan kurang akurat.

Mengakhiri sambutannya, dr. Husaini berharap kegiatan ini dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada peserta serta mendorong keterlibatan seluruh pihak dalam upaya percepatan penurunan stunting bisa terjalin dengan baik.

Kepala Dinas DP3AP2KB Selayar, Drs. Andi Massaile salah faktor penyebab stunting adalah pola asuh dan makan anak yang salah dalam keluarga sehingga intensifikasi komunikasi perubahan perilaku untuk mengubah pola pikir masyarakat akan bahaya stunting.

“Ada dua upaya penanganan stunting yang dilakukan yaitu berkaitan dengan faktor sensitif dan spesifik, semuanya ini merupakan sistem sehingga setiap sub-sub sistem harus berkerjasama dan saling mendukung dalam penanganan stunting” ujar Andi Massaile.

Disebutkan untuk melakukan intervensi kegiatan dibutuhkan data yang akurat untuk memastikan kebijakan dan saran penanganan stunting tepat, disebutkan ada dua data yang bisa digunakan yaitu data anak stunting melalui data e-PPGBM by Name by Address dan data keluarga berisiko stunting hasil pendataan keluarga.

Dalam kegiatan ini diserahkan alat antropometri kit kepada 14 Puskesmas dengan sasaran 309 posyandu se-Kabupaten Kepulauan Selayar, bantuan ini merupakan yang terbanyak di Sulawesi Selatan dengan harapan dapat mendorong upaya percepatan penurunan stunting. (*)

Bagikan artikel ini ke :
error: